STUDI
KASUS
1. Judul
: Tandan Kosong Pemicu Hama Oryctes
2. Inventarisasi
masalah :
a. Tata
letak tandan kosong
(tankos)
b. Pengendalian
hama oryctes dilakukan hanya pada saat memasuki fase dewasa
3. Penyelesaian
masalah:
Peletakan tandan kosong yang tidak tepat
seperti pada contoh beberapa tempat tankos diletakan bertumpuk. Tumpukan
tangkos tersebut menjadi media yang tepat bagi perkembangan larva hama oryctes.Pada tingkat serangan berat, populasi larva di tumpukan
tandan kosong 1,5 meter dapat mencapai ratusan larva. Hal ini memang
menjadi bahaya bagi upaya pengendalian kumbang tanduk. Bila upaya
pengendalian hanya ditujukan kepada imago/kumbang dewasa, sering kali seolah
olah populasi kumbang telah menurun drastis akan tetapi tidak lama kemudian
populasi kumbang meningkat kembali dengan sangat pesat. Peningkatan
populasi secara mendadak tersebut dimungkinkan ketika Larva yang berada di
bawah tumpukan telah berhasil bermatamorfosa menjadi kumbang dewasa.
Tankos yang terdapat kandungan bahan organik
menyediakan makanan bagi larva untuk berkembang.Perkembangan larva juga
ditunjang oleh lingkungan dimana terdapat suhu, kelembapan, dan cahaya.Pemaparan diatas menunjukkan
pentingnya pengendalian oryctes sejak dini yaitu pada fase larva.
Pengendalian pada fase
larva memiliki keuntungan yang lebih efektif dibandingkan pengendalian oryctes
dewasa. Berikut beberapa cara yang dilakukan dalam pengendalian oryctes pada
fase larva: (1) meletakkan tandan kosong tidak bertumpuk agar sirkulassi udara
tidak terhambat,sehingga faktor suhu dan kelembapan dapat terjaga.(2) merawat
lingkungan perkebunana agar tetap terjaga sehingga faktor cahaya dan angin
tidak terhambat. Diketahui bahwa larva oryctes berkembang lebih cepat bila
kondisi dalam kebun lebih gelap.
Pengendalian pada fase dewasa
dapat dilakukan dengan pemasangan feromon. Upaya terkini dalam mengendalikan
kumbang tanduk adalah penggunaan perangkap feromon. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS) saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat untuk menarik
kumbang jantan maupun betina. Feromon agregat iniberguna sebagai alat kendali
populasi hama dan sebagai perangkap massal. Rekomendasi untuk perangkap massal
adalah meletakkan satu perangkap untuk 2 hektar (Chung, 1997). Pada harga
komersial Rp. 60.000,- per sachet, penggunaan feromon lebih menghemat dibanding
dengan karbofuran dan manual sekitar Rp. 117.200,-/ha/tahun. Pada populasi
kumbang yang tinggi, aplikasi feromon diterapkan satu perangkap untuk satu
hektar.
Pemerangkapan kumbang Oryctes rhinoceros
dengan menggunakan ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (Etil-4
metil oktanoate) yang digantungkan dalam ember plastik kapasitas 12 l. Tutup
ember plastik diletakkan terbalik dan dilubangi 5 buah dengan diameter 55 mm.
Pada dasar ember plastik dibuat 5 lubang dengan diameter 2 mm untuk pembuangan
air hujan. Ferotrap tersebut kemudian digantungkan pada tiang kayu setinggi 4 m
dan dipasang di dalam areal kelapa sawit. Selain ember plastik dapat juga
digunakan perangkap PVC diameter 10 cm, panjang 2 m. Satu kantong feromon
sintetik dapat digunakan selama 2-3 bulan. Setiap dua minggu dilakukan
pengumpulan kumbang yang terperangkap dan dibunuh.
Keefektifannya dapat menjadi
lebih tinggi apabila tindakan pengendalian juga dilakukan seperti: (a) Penanaman
tanaman kacangan penutup tanah pada waktu replanting. (b) Pengumpulan kumbang
secara manual dari lubang gerekan pada kelapa sawit, dengan menggunakan alat
kait dari kawat. Tindakan ini dilakukan tiap bulan apabila populasi kumbang 3-5
ekor/ha, setiap 2 minggu jika populasi kumbang mencapai 5-10 ekor, dan setiap
minggu pada populasi kumbang lebih dari 10 ekor. (c) Penghancuran tempat
peletakkan telur secara manual kita dapat melakukannya dibawah tumpukan tankos (tandan kosong) dan dilanjutkan dengan pengumpulan
larva untuk dibunuh, apabila jumlahnya masih terbatas. (d) Pemberantasan secara
kimiawi dengan menaburkan insektisida butiran Karbosulfan sebanyak (0,05-0,10 g
bahan aktif per pohon, setiap 1-2 minggu) atau 3 butir kapur barus/ pohon,
setiap 1-2 kali/bulan pada pucuk kelapa sawit. (e) Larva O. rhinoceros pada
mulsa TKS di areal TM dapat dikendalikan dengan menaburkan biarkan murni jamur Metarhizium
anisopliae sebanyak 20 g/m2.
Sumber :Tri Hartanto. 2012.Pengendalian terpadu
kumbang Tanduk (oryctes rhinoceros).Dipetik 11 september 2017, dari ANTA KOWISENA:
www.antakowisena.com/artikel/937.html.
Pemerangkapan kumbang Oryctes rhinoceros dengan menggunakan ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang digantungkan dalam ember plastik kapasitas 12 l. Tutup ember plastik diletakkan terbalik dan dilubangi 5 buah dengan diameter 55 mm. Pada dasar ember plastik dibuat 5 lubang dengan diameter 2 mm untuk pembuangan air hujan. Ferotrap tersebut kemudian digantungkan pada tiang kayu setinggi 4 m dan dipasang di dalam areal kelapa sawit. Selain ember plastik dapat juga digunakan perangkap PVC diameter 10 cm, panjang 2 m. Satu kantong feromon sintetik dapat digunakan selama 2-3 bulan. Setiap dua minggu dilakukan pengumpulan kumbang yang terperangkap dan dibunuh.
Keefektifannya dapat menjadi lebih tinggi apabila tindakan pengendalian juga dilakukan seperti: (a) Penanaman tanaman kacangan penutup tanah pada waktu replanting. (b) Pengumpulan kumbang secara manual dari lubang gerekan pada kelapa sawit, dengan menggunakan alat kait dari kawat. Tindakan ini dilakukan tiap bulan apabila populasi kumbang 3-5 ekor/ha, setiap 2 minggu jika populasi kumbang mencapai 5-10 ekor, dan setiap minggu pada populasi kumbang lebih dari 10 ekor. (c) Penghancuran tempat peletakkan telur secara manual kita dapat melakukannya dibawah tumpukan tankos (tandan kosong) dan dilanjutkan dengan pengumpulan larva untuk dibunuh, apabila jumlahnya masih terbatas. (d) Pemberantasan secara kimiawi dengan menaburkan insektisida butiran Karbosulfan sebanyak (0,05-0,10 g bahan aktif per pohon, setiap 1-2 minggu) atau 3 butir kapur barus/ pohon, setiap 1-2 kali/bulan pada pucuk kelapa sawit. (e) Larva O. rhinoceros pada mulsa TKS di areal TM dapat dikendalikan dengan menaburkan biarkan murni jamur Metarhizium anisopliae sebanyak 20 g/m2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar